Hari ini saya tidak ketinggalan waktu shalat subuh, lega
rasanya, karena bangun tepat saat fajar belum terbit. Sudah menjadi rutinitas
saya di pagi hari sebelum pergi ke kampus, yaitu mencuci piring, mencuci baju,
dsb. Pekerjaan sehari-hari itu menjadi tanggungjawab dan wajib dilaksanakan,
agar keindahan dan kenyamanan tetap terjaga, awalnya terasa sedikit terbebani,
tapi apa mau dikata, tak bisa mengelak lagi, apalagi saya seorang anak
perempuan yang paling besar di keluarga. Ternyata setelah dinikmati terasa
enjoy. Meskipun lelah dan keluh kesah sesekali terucap, karena tidak ada
kerjasama yang baik antar anggota keluarga.
Mereka masih menganggap bahwa ini adalah pekerjaan kodrati yang
memang harus dilakukan oleh perempuan. Sedikit sulit memberikan pemahaman pada
mereka, bahwa sebenarnya dibutuhkan kerjasama yang baik dalam melakukan peran
sosialnya. antara laki-laki dan perempuan, perlu kesabaran, butuh waktu dan
secara perlahan untuk menjelaskan perihal itu. Saya pikir ini adalah
kontradiksi yang masih wajar, disebabkan pendidikan dan pengalaman serta
pengetahuan yang didapat berbeda antara satu anggota keluarga dengan anggota
lainnya.
Sederhana sebenarnya,
saya hanya ingin membebaskan dan meringankan beban mamah, bertahun-tahun berada
dalam kungkungan budaya patriarki, walaupun harus menjeburkan diri juga dalam
budaya itu, hanya ingin melihat senyum di wajahnya. Jelas sekali tekanan dan
rasa bersalah bahkan seperti berdosa menghantui prasangka hatinya, ketika tidak
menyiapkan hidangan, dan tidak bisa mencuci, serta mengatur keadaan rumah, dll,
karena sudah tidak mampunya dia lakukan hanya seorang diri. Mereka (baca:
laki-laki) tidak ingin tahu dan tidak membantu bahkan melirik pekerjaannya saja
enggan, hendak saya beritakan, bukanlah kesalahan dan dosa yang besar bagi
perempuan ketika sudah di luar batas kemampuannya, dan jangan menghakimi dia.
Bagai seorang penjahat yang dikurung dalam sel tahanan. Sudah saatnya,
membangun relasi yang baik, dengan membagi peran, berbagi kisah sakit dan suka
cita. Sesungguhnya ada hubungan ketersalingan
dalam berelasi.
Pukul 10.00 saya berangkat ke kampus dengan menggunakan angkot,
tergesa-gesa turun dari mobil saat tiba di depan kampus. Langkah kaki yang
cepat penuh dengan spirit dan optimisme, sambil membawa map yang berisikan
skripsi, begitu percaya diri bahwa aku akan ketemu dengan dosen pembimbing.
Tapi hasilnya nihil, di fakultas syariah tidak ada dosen yang akan saya temui
untuk konsultasi. Akhirnya aku hanya duduk di ruang tunggu, berlalu lalang
mahasiswa, mereka adalah adik kelas di jurusan AAS. Sejenak keberadaan mereka
mengingatkan masa silam, saat aku masih kuliah.
Aku melalui proses yang panjang, utntuk menjadi aku yang sekarang.
Mulai dari belajar berbicara, belajar menulis, dan belajar berorganisasi serta
mengaji. Saya lakukan itu semua, sejatinya untuk bekal hidup saya di masa
mendatang. Bukan hal yang mudah memang tapi memberikan makna bahwa hidup adalah
menghidupi. Saya termasuk orang yang paling beruntung dan mempunyai kesempatan
yang lebih, mendapatkan kepercayaan dari orang tua juga segenap
sahabat-sahabatku. Tak akan pernah ku sia-siakan, namun waktu terus berlalu dan
tak akan pernah mundur, saat ini ku sedang menyiapakan diri dan menata hidup di
masa yang akan datang. Namun saat ini skripsi perkara yang harus aku selesaikan
dalam waktu dekat, untuk mengawali kehidupan yang baru.
Kring..kring..!!! suara dering HP, membuyarkan lamunanku saat
mengenang masa lalu. Ternyata pesan dari dosen yang mengabarkan kealfaannya,
tidak bisa membimbing hari ini. Kemudian disusul dengan pesan dari Pa Dr. H
Slamet Firdaus, “nti stlh dhur”, begitu isi pesannya. Akhirnya sambil menunggu
waktu duhur, aku bangun dari kursi dan melanjutkan perjalanan menuju warung
kopi babeh, tempat biasa aku nongkrong dengan sahabat-sahabat. Yeahh.. sepi
sekali suasananya. Langsung aku mencari posisi duduk yang sedikit nyaman dan
memesan minuman dan makan untuk mengisi perut yang sudah terasa lapar.
Menjelang waktu duhur saya pergi ke kosan nanda, tepatnya di al
hadid kamar nomor A.1. tempat biasa aku dan sahabat-sahabat rehat juga
melaksanakan shalat. Jam 01.00 saya kembali ke fakultas, untuk menemui pa
slamet, 1 jam sudah berlalu, tetapi belum juga datang. Duduk berpangku tangan
dan menikmati wifi gratis, ngobrol dengan pesuruh fakultas, dedi sapaan
akrabnya. Itu yang saya lakukan karena fakultas sangat sepi, aaghh langsung
updte status “ menunggu itu hal yang membosankan, tapi ini adalah proses yang
harus dilalui”, komentarpun berdatangan.
Melihat sekjur datang, aku menyusul ke ruanganya dan bermaksud
sowan, kita memang akrab, bahkan dia salah satu dosen yang memberikan perhatian
pada saya, suasana mencair dengan obrolan dan candaan, seperti teman sejawat. Eeh
pembicaraan semakin lama semakin menyudutkan saya, awalnya dia mengisahkan
perjuangan dia waktu menyelesaikan thesisnya di jakarta, dan awal dia berumah
tangga juga meniti karir, ujung-ujungnya dia bialang “ mungkin kamu harus
nikah, untuk memacu semangat menyelesaikan skripsi, selektif boleh, tapi jangan
memaksakan orang untuk perfect. Jusrtu kesempurnaan ada karena saling
melengkapi, kekuranganya ditutupi oleh pasanganya”. Ahh lagi-lagi aku
mendapatkan khutbah nikah, bermakna tetapi sedikit risi, karena dari sekian
banyak orang memandang bahwa aku memasang kriteria yang terlalu tinggi juga
sangat selektif, yang menyebabkan sampai saat ini masih sendiri dan perjalanan
cintaku tak semulus menjalankan organisasi dsb.
Aku pikir mereka sangat spekulatif, asumsi-asumsi mereka sangat
tidak berdasar, karena analisanya tidak melibatkan si subyek, baik pengalaman
hidup, latar belakang juga pemikirannya serta psikologinya. Sehingga tidak
komprehensif dalam memberikan konklusi. Ceilee bahasanya gaya,, hee... tapi ini
fakta, bahwa bicara soal rasa, cinta juga selera adalah perkara yang subyektif
dan relatif, serta suara hati lebih mendominasi, daripada suara fikir.
Baiklah akan saya sampaikan sedikit profile saya, tapi nampaknya
akan saya buat di judul tulisan yang berbeda. Namun jadi membuat saya
bertanya-tanya bagaimana konsep jodoh Tuhan yaa... ??.. ya sudahlah, mungkin
jodoh saya masih diperjalanan dan belum tiba waktunya.
Dari ruangan kajur aku beranjak ke ruangan dekanat fak, tidak
lama setelah saya duduk, PD III bagian kemahasiwaan, Dr. E. Sugianto memanggil
saya, lalu masuk deh dan berbincang, soal HMJ juga soal kebangsaan dan bursa
presiden dan konstalasi presiden saat ini. Dosen itu termasuk orang yang unik,
karena namanya sudah melambung tinggi di kancah nasional, mengikuti seleksi
hakim MK 3 kali, tapi tidak pernah lolos,, hmhm.. salut dengan semangatnya, dan
aku harus lebih semangat darinya.
Hari semakin sore, fakultas mulai sepi, satu persatu orang
pergi, tapi aku tak kunjung bertemu dengan pa H. slamet firdaus, akhirnya aku
menyusuri jalanan kampus menuju warung tongkrongan,, dengan tujuan menemani ayu
untuk makan. Ada alfi menhampiri tempat duduk kami, dia salah seorang yang kami
kenal dekat juga, termasuk orang yang nongkrong di babeh, meskipun tubuhnya
mungil tetapi umur dia lebih tua, hehe... karena keunikannya dia menjadi bahan and
santapan canda tawa kami. Semakin lama semakin gelisah, ingin segera sampai di
rumah, tapi ayu sahabatku, juga sebagai pimred mengajak untuk ke rakcer menemui
mulyanto, tapi aku tak berselera lagi seperti dulu, maaf sahabat yang juga
sebagai pimred la miraposa, komandonya ada di maryam hito si ketua kopri kita,
yah dengan bersikukuh saya memutuskan untuk pulang ke rumah di anter oleh alfi
sampai di depan gerbang rumah. End.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar